Senin, 20 Juni 2011

Ikan Janggut

Polynemus macrophthalmus

Ciri-ciri
Ikan Janggut termasuk famili Polynemidae yang banyak jenisnya.
Ciri khusus famili ini memiliki sirip dada yang terdiri dari dua bagian,
bagian bawah berjari-jari sangat panjang seperti filamen, karena
adanya filamen ini maka biasa disebut Ikan Janggut. Panjang filamen
ini dapat melebihi panjang badannya dan berguna untuk mendeteksi
mangsanya. Ikan ini termasuk ikan omnivora yang memakan hewan
dan sisa tumbuhan berukuran kecil.

Habitat Penyebaran
Ikan Janggut merupakan ikan tawar sekunder yang terutama hidup di
perairan pantai dan muara-muara sungai, yang juga memasuki
perairan tawar dan sungai-sungai. Namun ikan ini dilaporkan belum
pernah dijumpai di danau atau rawa di sekitar sungai.
Nama Umum : Ikan Kurau (Threadfin)
Nama Lokal : Ikan Janggut

Salah satu habitat Ikan Janggut di Kuala Jambi Kab. Tanjab Timur
Ikan ini termasuk omnivora yang memakan hewan-hewan kecil dan
serangga. Pada saat air pasang mulai mencapai daratan ikan ini
berebut mengikuti lidah air memangsa segala makanan yang
sebelumnya berada di daratan. Mereka menyusuri daratan sebatas
lidah air yang dapat mencapai daratan.
Ikan Janggut yang sudah memasuki sungai ditemui di bagian pinggir
sungai atau di bagian yang dangkal, sehingga sering tertangkap
dengan alat jala tebar.

Tingkat Pengelolaan
Ikan Janggut termasuk ikan konsumsi yang mahal harganya, antara
lain karena rasanya yang enak dan mungkin karena sudah mulai
jarang, namun data statistik menunjukkan bahwa produksi ikan Kurau
di Provinsi Jambi cenderung stabil.
Ikan ini ditangkap di sekitar muara sungai dengan Jaring Kuro yang
dipasang memanjang searah daratan. Sedangkan di sungai umumnya
tertangkap dengan jala tebar.
Penangkapan ikan ini relatif tinggi sehingga bisa dikatakan berlebih,
namun jarang menggunakan alat yang merusak.

Pembudidayaan ikan ini menurut informasi dari beberapa nelayan
dan pembudidaya ikan belum ada yang berhasil, terutama karena
sulitnya menjaga agar ikan ini tetap hidup dalam wadah budidaya
yang sempit.

Kondisi Populasi
Informasi mengenai kondisi populasi ikan ini memang berbeda-beda.
Menurut nelayan di muara sungai Batanghari sekitar Nipah Panjang
dan Sadu ikan ini masih banyak dan cenderung tetap, sedangkan
menurut nelayan sungai yang beroperasi di Kumpeh hingga Kota
Jambi umumnya mengatakan ikan Janggut sudah sangat jarang
ditemui, namun menurut mereka ikan Janggut yang tertangkap
sekarang umumnya lebih kecil dibandingkan dengan Ikan Janggut
yang dulu sering tertangkap.

Selasa, 14 Juni 2011

BIODIVERSITAS JAMBI ; SUMBERDAYA IKAN DAN KONSERVASINYA


Provinsi Jambi memiliki potensi bio-diversity berupa keragaman flora dan fauna, yang sangat kaya, seperti umumnya wilayah pantai timur Pulau Sumatera. Keragaman fauna di Provinsi Jambi antara lain berupa keragaman jenis ikan yang hidup di perairan.  Jenis-jenis ikan tersebut berbeda sesuai dengan beragam ekosistem yang mewadahi kekayaan ekologis sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari, dimana tiap tipe ekosistem menjadi habitat bagi kelompok jenis ikan  tertentu.
Sungai Batanghari merupakan salah satu sungai terpanjang di Pulau Sumatera dengan panjang sekitar 1740 km dan menjadi sungai utama bagi Provinsi Jambi, sehingga membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari yang membentuk kesatuan ekologis dengan danau, rawa dan genangan air lain serta sungai-sungai kecil yang bermuara ke Sungai Batanghari.  Sungai ini melintasi beragam tipe daratan, berpangkal di pegunungan Bukit Barisan Sumatera Barat dan berakhir di pantai Timur Jambi.  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat sekitar 131  spesies ikan yang hidup di perairan sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari.
Sekitar 20 tahun terakhir ekosistem perairan dalam DAS Batanghari sudah banyak mengalami kerusakan yang berakibat langka dan hampir punahnya beberapa jenis ikan, diperburuk oleh kegiatan penangkapan  yang sudah mencapai tangkap lebih (over exploited) dan menggunakan cara yang  tidak ramah lingkungan, terutama untuk jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi.
Perusakan hutan yang berdampak terhadap DAS Batanghari di Provinsi Jambi telah berlangsung sejak tahun 1980-an, terutama ketika penebangan hutan terjadi tanpa pengendalian yang memadai.  Hal ini juga diperparah oleh penangkapan ikan yang hampir tidak terkendali, terutama sebagai akibat terbukanya peluang pemasaran ke luar daerah atau ke luar negeri dengan harga yang sangat menggiurkan.  Tingkat pemanfaatan pada beberapa jenis ikan ekonomis penting di perairan umum Jambi terjadi berlebih (overfishing) di mana usaha pemanfaatannya melebihi potensi lestari dan pemanfaatan populasi ikan melebihi kapasitas stok (cadangan) perikanan setempat.
Warisan budaya adat istiadat masyarakat Jambi yang secara jelas memberikan ruang yang luas bagi pelestarian sumberdaya perikanan diduga berbenturan dengan motif-motif ekonomi akibat kuatnya permintaan pasar. Perbenturan nilai yang terjadi spesifik di tiap komunitas lokal telah menghasilkan pola tindak yang beragam pula di komunitasnya masing-masing.  Umumnya aturan adat mulai mengendur, sehingga laju perusakan sumberdaya perikanan dengan intensitas beragam terus berlanjut hingga saat ini.
Penetapan kawasan konservasi ikan yang digalakkan sejak awal tahun 1990an oleh Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas Perikanan, dalam kerjasama dengan beberapa lembaga penelitian dan pendidikan, efektifitasnya masih belum memadai untuk mengawal wawasan ekologis yang hidup dalam beberapa komunitas lokal. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan berlanjutnya proses kepunahan beberapa jenis ikan ekonomis penting seperti Ridik angus (Balantiocheilus melanopterus) dan Keleso (Schelerofagus formosus).  Hal ini menuntut ditempuhnya upaya pelestarian sumberdaya ikan yang lebih berdaya guna dalam kekhasan alam dan masyarakat di Provinsi Jambi. 
Penerapan Hukum adat dalam pengelolalan sumberdaya ikan sudah mulai melemah di sebagian besar  wilayah dan adanya introduksi ikan asing (non-native species) baik yang disengaja maupun tidak disengaja menjadi ancaman yang sangat mengkhawatirkan bagi jenis-jenis ikan langka dan hampir punah di Provinsi Jambi.
Pemberlakuan Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yang kemudian direvisi menjadi UU No. 45 tahun 2009 serta dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan memungkinkan upaya pelestarian dan konservasi sumberdaya ikan yang lebih efektif.
Melalui Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan yang diperkuat dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan maka penyelenggaraan inisiasi, identifikasi dan inventarisasi dan penetapan suatu Kawasan Konservasi Perairan menjadi lebih meyakinkan.  Selanjutnya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.03/MEN/2010 tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.04/MEN/2010 tentang Tata Cara Pemanfaatan Jenis Ikan dan Genetik Ikan diharapkan upaya perlindungan sumber daya ikan kembali dapat ditingkatkan.

Kamis, 09 Juni 2011

Cuplikan dari Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.44/MEN/ 2002 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan


Pelaku Penyuluhan Perikanan
Pada hakekatnya setiap orang yang mempunyai pengetahuan tentang perikanan dan mampu berkomunikasi dapat menjadi penyuluh perikanan.
Pelaku penyuluhan perikanan meliputi:
Penyuluh Fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang dalam jabatan fungsional penyuluh. 
Penyuluh Nonfungsional adalah Pegawai Negeri Sipil bukan pejabat fungsional penyuluh yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas penyuluhan perikanan.
Penyuluh Tenaga Kontrak adalah tenaga profesional yang diberi tugas dan wewenang oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas penyuluhan perikanan dalam suatu ikatan kerja selama jangka waktu tertentu (kontraktual).
Penyuluh Swasta adalah seseorang yang diberi tugas oleh perusahaan yang terkait dengan usaha perikanan, baik secara langsung atau tidak langsung, melaksanakan tugas penyuluhan perikanan.
Penyuluh Mandiri adalah seseorang yang atas kemauan sendiri melaksanakan penyuluhan perikanan.
Penyuluh Kehormatan adalah seseorang yang bukan petugas penyuluh perikanan yang karena jasanya diberi penghargaan sebagai Penyuluh Kehormatan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dan wakil masyarakat
Persyaratan untuk menjabat sebagai penyuluh fungsional adalah seseorang dengan kualifikasi pendidikan minimal Diploma III di bidang perikanan atau keahlian yang sejenis dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kualifikasi penyuluh perikanan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri  berdasarkan kompetensi dan pengalaman di bidangnya.
C.  Materi Penyuluhan Perikanan   
Materi penyuluhan dapat berupa salah satu atau lebih dari 6 (enam) aspek yaitu:
1.
Aspek teknologi, yakni penerapan IPTEK di bidang perikanan atau bidang lainnya untuk meningkatkan produktivitas secara bertanggung jawab.  
2.
Aspek  manajemen, yakni penerapan manajemen yang baik dalam rangka efektivitas dan efisiensi untuk meningkatkan  kinerja usaha perikanan. 
3.
Aspek ekonomi, yakni pemanfaatan sumber daya ekonomi yang meliputi antara lain penyediaan modal, sarana produksi, informasi potensi sumber daya, informasi prospek dan peluang usaha atau jaringan pasar yang diperlukan untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraannya.  
4.
Aspek ekologis, yakni pemahaman dan kesadaran tentang arti penting kelestarian sumber daya alam agar usaha atau kegiatannya dapat berkelanjutan dan menjadi lebih baik  pada masa yang akan datang, serta tidak merugikan masyarakat dan lingkungannya.  
5.
Aspek sosial dan budaya, yakni pengembangan kondisi sosial dan kesadaran kultural untuk meningkatkan kemampuan dalam menyalurkan aspirasi serta mengembangkan harkat kemanusiaan dan kesejahteraannya, dengan mempertimbangkan adat positif setempat.  
6.
Aspek hukum,  yakni pemberian informasi tentang peraturan perundang-undangan sehingga khalayak yang disuluh menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara, khususnya yang terkait dengan kegiatan di bidang perikanan

Sabtu, 04 Juni 2011

Peningkatan Modal Sosial - Entry#1

Merujuk kepada UU No.16 tahun 2006 tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN pasal 3 berbunyi :  "Tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial, yaitu:
  •  memperkuat pengembangan pertanian, perikanan, serta kehutanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan;
  •  memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi;
  • ..dst
  Dari cuplikan ini dapat difahami bahwa pengaturan sistem penyuluhan untuk mencapai tujuannya menggunakan dua "sasaran antara" yakni pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial.  Pengembangan sumber daya manusia barangkali sudah lazim kita fahami secara umum, namun "peningkatan modal sosial" -atau lebih fokusnya istilah "modal sosial (social capital)"- masih difahami oleh banyak kalangan secara kurang tepat.  
Jika Anda belum yakin, kita dapat menjelajah pengertian yang dibeberkan di berbagai situs... dan kita akan kesulitan mengambil benang-merahnya.  

Berikut kita akan mengungkap pengertian modal sosial yang relevan dengan pengembangan masyarakat (community development), khususnya kegiatan Penyuluhan Perikanan.
Wikipedia Indonesia mendefinisikan Modal sosial sebagai bagian-bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi.[1] Modal sosial juga didefinisikan sebagai kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu dari masyarakat tersebut. Selain itu, konsep ini juga diartikan sebagai serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama.[2]
Istilah "modal sosial" (social capital) menurut pertama kali muncul dalam kajian masyarakat (community studies) untuk menunjukkan pentingnya jaringan hubungan pribadi yang kuat dan dalam (crosscutting), yang berkembang perlahan-lahan sebagai landasan bagi saling percaya, kerjasama, dan tindakan kolektif dari komunitas yang bersangkutan. Jaringan ini menentukan bertahannya dan berfungsinya sebuah kelompok masyarakat. Walaupun pada awalnya kajian tentang modal sosial ini lebih merupakan upaya untuk memahami kehidupan kelompok-kelompok penduduk perkotaan dan para penghuni daerah-daerah kumuh (slums), dalam perkembangan selanjutnya teori tentang modal sosial banyak membantu para peneliti kajian organisasi (organization studies) dan praktisi bisnis.

Teori tentang modal sosial menyatakan bahwa jaringan hubungan merupakan sebuah sumberdaya yang dapat digunakan untuk pelaksanaan kegiatan sehari-hari. Para anggota jaringan memiliki "modal", misalnya dalam bentuk hak istimewa (credential) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, akses ke informasi, ketersediaan peluang, dan status sosial.